Ketika kami sekeluarga merayakan Malam Natal pada kemarin sore, terdapat sesuatu yang tidak biasa seperti perayaan tahun-tahun sebelumnya. Alih-alih penuh dengan hiasan di seluruh sisi gereja, pada kali ini gereja tempat saya mengikuti misa sangat minim dekorasi natal.
Tanpa sengaja saya menguping percakapan anggota keluarga lain di depan tempat saya duduk. Ia berkata bahwa natal tahun ini tidak semeriah tahun lalu, kemudian mereka mengangguk sembari berusaha tetap menjaga ketenangan sebelum misa dimulai.
Pada saat homili (khotbah), pastor yang memimpin misa menyampaikan pada tahun ini kita diajak merayakan natal sambil mendoakan arwah dan korban bencana di Sumatra. Ia menambahkan bahwa keputusan untuk tidak menggunakan dekorasi natal secara meriah karena hal tersebut.
“Hingga saat ini mereka masih membutuhkan bantuan dan keadilan”, pungkasnya.
Anggota keluarga yang ada di depan saya kemudian menutup mukanya karena menahan malu, kemudian mereka saling mengingatkan terkait apa yang telah terjadi di sana. Ketika persembahan (kolekte), sebagian dari persembahan tersebut akan ditujukan untuk penanganan korban bencana di Sumatra.
Satu hal yang saya apresiasi dari anggota keluarga tersebut adalah mereka mampu dan mau tersadar akan kesalahannya. Nah, lain hal dengan pejabat dan pemangku kepentingan di negeri ini yang katanya berempati, tetapi kenyataannya menutup mata hati.
Selamat Natal. Semoga harapan dapat menyala terus di tengah beragam persoalan yang melanda negeri ini.

Tinggalkan komentar Anda