Bertaut

dalam
Bertaut
Ilustrasi pasangan yang bergandengan tangan. Gambar oleh: Crew, lisensi: CC0 1.0.

Bukan main senangnya ketika mendapatkan kabar bahwa teman-teman saya sudah resmi menikah, terlebih ketika mereka mengumumkannya di media sosial. Kabar bahagia tersebut menghampiri lini masa saya secara silih berganti.

Bahkan dalam satu kesempatan, saya diundang oleh teman dekat untuk menghadiri acara resepsi pernikahan mereka. Namun, saya harus menolak dengan halus undangan tersebut karena tiada angin maupun hujan, saya terkena pilek dan demam selama seminggu.

Berbicara soal pasangan, saya sendiri (yang memutuskan secara sadar) belum memiliki keinginan untuk segera mencari pendamping hidup. Seperti yang pernah saya sampaikan dalam tulisan ini, saya masih senang untuk hidup sendiri dan melakukan apa saja yang diinginkan secara leluasa.

Hal ini didukung dengan pernyataan dari orang tua agar saya tidak terburu-buru untuk menikah. Toh, mereka sedang berfokus kepada adik perempuan saya dalam memilih calon pasangan yang terbaik. Jadi, peran saya sekarang adalah menghidupi kebutuhan sehari-hari keluarga kami secara menyeluruh.


Terlepas dari semua itu, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa kesempatan saya merasa iri kepada mereka yang sudah berpasangan. Perasaan itu untungnya tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi cukup untuk membuat pikiran saya ke mana-mana selama beberapa hari.

Entah bagaimana ceritanya mereka bisa tahu isi pikiran saya, tante dan sekeluarga mengajak saya untuk ikut retret selama kurang dari seminggu di suatu tempat. Tanpa gawai (gadget) dan akses internet, kami berfokus untuk menarik diri dari jenuhnya dunia, mencari ketenangan batin, serta lebih dekat pada Tuhan secara rohani.

Salah satu momen penting dalam retret tersebut adalah sesi meditasi rohani selama 15 menit setiap paginya. Kami diminta untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam keheningan dan berdoa di dalam hati. Alhasil, kecamuk pikiran saya sebelumnya pelan-pelan mulai menghilang.

Bahkan setelah retret berakhir, saya tetap melakukan meditasi rohani. Perbedaannya, waktu untuk bermeditasi secara pribadi bertambah menjadi 30 menit hingga 1 jam. Biasanya saya lakukan ini sebelum tidur dan kemudian dilanjutkan dengan doa novena.

Melalui meditasi rohani tersebut, saya menjadi lebih bersyukur atas kehendak-Nya, terlebih soal pasangan. Saya sadar bahwa diri ini masih belum mampu dan pantas dalam berbagai aspek, maka sudah pasti Ia belum mengizinkan saya untuk mendapatkan pasangan dalam waktu dekat ini.

Hingga tulisan ini diterbitkan, rasa itu masih belum sepenuhnya menghilang. Namun, setidaknya melalui meditasi rohani saya senantiasa diingatkan untuk lebih menghargai hidup dan keputusan-Nya yang sesuai dengan keadaan saat ini. Saya percaya bahwa waktu Tuhan adalah yang terbaik untuk hidup saya.

Saya menyadari bahwa sia-sia meminta bantuan Tuhan tanpa berusaha sama sekali, maka dari itu saya mencoba untuk meningkatkan kualitas diri dengan berbagai cara. Salah satunya adalah berkonsultasi dengan profesional dan meminta pendapat mereka yang sesuai dengan kondisi saya.

Selain itu, saya berusaha untuk lebih mengembangkan interaksi interpersonal dengan cara bergabung ke lebih banyak komunitas dan berinteraksi di dalamnya. Ke depannya, saya mempertimbangkan untuk mengikuti pelajaran pengembangan diri, selama tidak mengganggu pekerjaan saya.


Saya ingin mengucapkan selamat dan hormat setinggi-tingginya kepada siapa saja yang memutuskan untuk menikah. Melangkah ke tahap hidup yang baru tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan mereka harus siap dengan segala tantangan ke depannya dalam menjalani bahtera rumah tangga.

Terlebih pada zaman ini yang tidak menentu, membuat sebagian orang merasa ragu dan berhati-hati dalam memutuskan sesuatu. Mereka yang dengan percaya diri memilih untuk berumah tangga di tengah ketidakyakinan ini, membuat saya merasa salut dan bangga karena telah mengambil keputusan tersebut.

Akhir kata, doa dari saya menyertai harapan untuk kebahagiaan dan keteguhan hati mereka hingga akhir hayat.

Amin.


Discover more from Nohirara Swadayana

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Tinggalkan komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.