Kalau boleh jujur, saya mengetahui segala tindak tanduk perpolitikan yang ada di negeri ini. Namun, saya memilih untuk tidak mempedulikannya karena khawatir stres yang akan memengaruhi pekerjaan dan kesehatan saya.

Sebagian dari teman saya bisa dikatakan sangat vokal dalam membahas hal bertema politik. Baginya, politik adalah hal yang tidak dipisahkan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Saya tidak menegasikan pendapatnya itu, karena memang itu adalah hak kita sebagai warga negara.

Dalam suatu kesempatan, saya memberikan alasan untuk tidak vokal dalam membahas hal politik kepada mereka. Alhasil, hampir sebagian dari mereka menyayangkan jawaban saya tersebut. Bahkan salah satu dari mereka menyeletuk demikian:

“Kok lu apatis banget jadi orang? Udah tahu kondisi negara seperti ini lu masih diem aja?!”, ujarnya.

Di dalam benak saya pada waktu itu, saya merasa tersinggung dengan ucapannya tersebut. Karena sudah “mabuk” akan hal politik, mata hatinya sudah tertutup dan tidak mempedulikan realitas. Terlepas dari benak saya yang kalut itu, saya memutuskan untuk tidak menyampaikan kepada yang bersangkutan.

Tak berselang lama, teman yang lainnya berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. Suasana kembali kondusif, tetapi benak saya tidak. Setelah pertemuan itu, mood saya tidak sepenuhnya membaik selama beberapa hari dan memutuskan untuk sejenak tidak berinteraksi dengannya.


Setelah saya mengetahui ada upaya pembangkangan terhadap konstitusi oleh petinggi di negeri ini, baru pada kesempatan inilah saya merasa tergugah. Lebih tepatnya saya tergugah karena ada “panggilan” dari teman-teman lainnya yang bersuara dengan lantang dan membara.

Namun, tidak sedikit yang meremehkan keterlibatan mereka untuk turut bersuara dengan menyebutnya FOMO. Karena hal itu, saya merasa tidak terima dan memutuskan untuk menyampaikan hal ini di media sosial:

Tidak saya duga ternyata banyak orang yang membagikan pos tersebut dan juga memberikan tanggapannya. Beberapa dari mereka setuju akan pendapat saya, serta yang lainnya berpendapat bahwa tidak apa-apa untuk FOMO demi demokrasi Indonesia. Kesadaran untuk bersuara sudah bangkit pada momen itu.

Bermula dari gerakan di media sosial, kemudian berubah menjadi gerakan di dunia nyata. Sebagian besar masyarakat melakukan unjuk rasa di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka sudah mulai membuka matanya akan apa yang terjadi sebenarnya pada rezim ini.

Sementara itu di Wikipedia, salah satu kontributor yang juga kebetulan adalah rekan saya, berinisiatif untuk membuat artikel mengenai unjuk rasa tersebut. Sembari memantau berita, kontributor Wikipedia turut memperbarui isi artikelnya seiring perkembangan informasi di lapangan (baca: berita).

Teman-teman saya ada yang ikut aksi unjuk rasa, tetapi saya tidak bisa ikut karena beberapa alasan pribadi. Terlepas dari itu, setidaknya saya pada akhirnya menyadari bahwa peduli terhadap politik di negeri ini itu adalah hal penting. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, itu adalah hak kita sebagai warga negara.


Keesokan harinya, teman saya meminta maaf atas ucapannya pada waktu itu. Pesan itu saya terima pada pagi hari melalui aplikasi pesan singkat. Karena sudah lama tidak berinteraksi, saya mencoba untuk memulai obrolan. Namun, tiba-tiba ia berujar:

“Eh, lu tahu gak soal twit yang tidak ada FOMO itu? Keren banget asli!”, ujarnya sambil memberikan pranala dari pos yang saya buat tersebut.

Hampir saja saya lupa, bahwa teman saya ini hanya tahu nama asli saya, bukan nama pena yang saya gunakan ini. Setelah saya memberikan penjelasan, kemudian ia membalas pesan saya:

“Keren!”, jawabnya secara singkat.

Memang singkat jawaban yang ia berikan, tetapi saya sangat yakin ia senang akan tindakan saya yang menurutnya sudah tidak apatis lagi. Hal ini dibuktikan dengan permintaan darinya agar kami dapat bertemu lagi apabila situasinya memungkinkan.

“Asli, lu keren banget!”, jawabnya sekali lagi sebagai bentuk penegasan akan rasa senangnya yang luar biasa.


Discover more from Nohirara Swadayana

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Tinggalkan komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.