Ekosistem

dalam
Ekosistem
Ilustrasi bagian depan laptop MacBook dengan stiker Luce (maskot Tahun Yubileum 2025).

Saya memiliki teman yang menggunakan gawai (gadget); mulai dari laptop, ponsel, hingga jam pintar; dari sebuah perusahaan apel digigit. Nah, sebut saja nama perusahaan tersebut adalah Apple.

Banyak yang menyebut bahwa teman saya ini adalah seorang “Apple fanboy“. Ia pun menyandang “gelar” tersebut dengan jumawa dan tak ada rasa tersinggung sama sekali. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala membayangkan seberapa dalam kocek yang harus ia raih untuk memperoleh semua gawai itu.

“Namanya juga fanboy, pengen punya semua gadget terbarunya”, gumamnya dengan bangga.

Namun, saya tetap harus berkaca dan jangan sampai lupa diri. Bahwa sejatinya saya sendiri menggunakan gawai dengan merek Samsung, mulai dari ponsel, pelantang telinga (earbuds/headset), hingga jam pintarnya. Kalau untuk sehari-hari, ponsel Samsung lebih sering saya gunakan dibandingkan gawai lainnya.

Hampir saja kelupaan, ponsel yang saya gunakan adalah Samsung Galaxy A54. Jam pintarnya adalah Samsung Galaxy Watch 4, serta pelantang telinganya adalah Samsung Galaxy Buds 2. Selain dari itu, saya belum memiliki keinginan untuk membeli gawai lain yang mereknya Samsung.

Setidaknya hingga saat ini.


Ketika saya berkesempatan untuk mendapatkan MacBook Air M2, rasa senangnya bukan main. Namun, di saat bersamaan, saya menyadari bahwa akan ada kendala dalam konektivitas antar gawai yang dimiliki. Ketika saya masih menggunakan laptop bersistem operasi Windows, saya tidak mengalami kendala tersebut.

Bagi saya, produk Apple itu terkenal akan kemudahan konektivitas antar perangkat di dalam ekosistemnya sendiri. Misalnya, MacBook akan menampilkan pesan atau notifikasi yang muncul di iPhone tanpa kendala. Lain ceritanya apabila hal tersebut diberlakukan pada ponsel Android, lebih ke arah rumit atau tidak mungkin.

Selain itu, fitur iPhone Mirroring yang ada di macOS akan memudahkan penggunanya dalam melihat isi layar iPhone mereka. Jadi tidak perlu untuk sering menengok layar iPhone, cukup menggunakan fitur tersebut dan semuanya beres.

Saya juga berpendapat bahwa produk Apple yang paling disukai adalah MacBook, karena menurut saya itu adalah perangkat yang ideal untuk bekerja (dengan kondisi saat ini). Apabila untuk bermain gim, bagi saya perangkat komputer dan/atau laptop dengan sistem operasi Windows tetaplah yang terbaik.

Jujur saja saya sempat berpikir untuk berpaling ke iPhone, tetapi seketika saya disadarkan dengan realita karena harganya yang cenderung mahal. Selain itu, saya dipertemukan dengan video ini yang secara tidak sengaja lewat di linimasa.

Ternyata untuk merasakan kemudahan tidaklah harus berada di dalam satu ekosistem. Misalnya saja, saya tidak membutuhkan AirDrop untuk mengirim berkas dari iPhone ke MacBook.

Ketika ingin mengirim berkas, saya pindahkan berkas tersebut ke Google Drive dan mengunduhnya ke perangkat tujuan. Selain itu, apabila ingin mengirim pesan, saya hanya perlu mengunduh aplikasi yang terkait di MacBook atau mengakses layanannya melalui situs web.

Sebenarnya ada banyak, tetapi saya hanya menyampaikan yang paling sering digunakan pada saat ini.


Satu hal yang menjadi ganjalan saya adalah melihat notifikasi yang ada di ponsel ke MacBook. Hal tersebut bisa diakali dengan cara menggunakan jam pintar Samsung Galaxy Watch 4 milik saya. Setidaknya saya masih bisa melihat notifikasi yang masuk tanpa harus sering membuka ponsel, meskipun bukan di MacBook.

Ada yang beranggapan bahwa “kemudahan” tersebut tidak sepenuhnya mudah, karena dirasa lebih ribet. Masalahnya, tidak ada segala sesuatu yang instan (meskipun terlihat instan). Kita tetap harus sedikit ada usaha untuk memperoleh kemudahan tersebut.

Perbedaannya adalah, ketika dalam satu ekosistem prosesnya jauh lebih singkat, kemudian apabila berbeda ekosistemnya maka prosesnya akan lebih panjang.

Pada akhirnya, saya tidak membutuhkan semua gawai yang dimiliki harus berada di dalam satu ekosistem. Berhubung saya sudah terlanjur memiliki beberapa gawai di dalam satu ekosistem Samsung, maka akan saya gunakan sampai waktunya untuk dipensiunkan atau diganti.

Ada rasa kelegaan apabila terlepas dari jeratan ekosistem tersebut, karena kita bisa membeli segala sesuatu yang sesuai dengan harga dan kebutuhan. Bagi saya sah-sah saja jika ingin membeli gawai di dalam satu ekosistem, selama Anda mampu dan tidak sampai berhutang di sana-sini agar bisa memenuhinya.

Apakah Anda memiliki kesamaan seperti saya yang menggunakan gawai dari Apple dan Android secara bersamaan? Silakan bagikan pengalaman Anda di kolom komentar. 🙏


Discover more from Nohirara Swadayana

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Tinggalkan komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.