Sehari-hari saya menggunakan penjelajah web (web browser) Microsoft Edge, baik untuk kerja maupun bersenang-senang. Saya mulai menggunakannya ketika masih aktif menggunakan Windows, bahkan hingga saat ini ketika saya telah beralih ke produk Apple yakni MacBook Air.
Sebagai konteks, Microsoft Edge merupakan penjelajah web yang dibuat oleh empunya Windows yakni Microsoft. Penjelajah ini menggunakan Chromium sebagai dasarnya, sama seperti yang digunakan oleh Google Chrome. Ah, iya. Chromium sendiri merupakan proyek sumber terbuka (open source) dari Google.
Mungkin sebagian besar dari Anda sudah tahu bahwa Google Chrome banyak digunakan oleh sebagian besar orang. Saya berani jamin bahwa setiap dari orang yang Anda kenal pernah dan/atau sedang menggunakan Google Chrome sebagai penjelajah web utama mereka.

Sebagai salah satu raksasa internet, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar kita (bahkan saya sendiri) belum bisa lepas dari pengaruh Google. Hal ini bisa dimaklumi karena Google sendiri sudah memberikan kita banyak kemudahan, serta sebagian besar layanannya dapat digunakan secara “cuma-cuma”.
Namun, (bagi yang belum tahu) sebenarnya layanan tersebut tidaklah cuma-cuma, melainkan harus dibayar dengan memberikan data pribadi kita ketika sedang berinternet.
Ketika menggunakan Edge (kependekan dari Microsoft Edge), saya berusaha untuk memperkecil celah dari Google maupun pihak lainnya dalam mengambil data pribadi menggunakan metode berikut:

Sisi positifnya adalah, saya hampir tidak pernah menemui iklan ketika membuka situs web dan membuat waktu tunggunya jadi lebih singkat.
Beberapa kali saya mendapat “bisikan” untuk berpindah ke penjelajah web lain, terlebih agar bisa terlepas dari jeratan raksasa internet itu. Hingga pada suatu hari, ketika berselancar di YouTube, saya menemukan video tentang sebuah penjelajah web yang sangat menarik.
Penjelajah web tersebut bernama Zen Browser, atau lebih disingkat dengan nama Zen, merupakan fork dari Mozilla Firefox. Nah, Firefox (kependekan dari Mozilla Firefox) sendiri merupakan salah satu penjelajah web ternama yang tidak menggunakan Chromium sebagai dasarnya.
Selain itu, Zen dikerjakan sepenuhnya oleh komunitas dan bukan oleh perusahaan berorientasi profit. Sebagai sosok yang berkecimpung di ranah komunitas maupun kesukarelawanan, saya sangat menghargai hal ini.

Tidak seperti penjelajah web pada umumnya yang menampilkan tabs di bagian atas, Zen menampilkan tabs-nya di sebelah kiri. Gambar di atas merupakan tampilan Zen yang sudah saya modifikasi, sementara untuk tampilan default-nya dapat dilihat di sini.
Ada satu lagi penjelajah web yang menggunakan tampilan seperti ini, yakni Arc Browser. Namun, berhubung menggunakan Chromium sebagai dasarnya, saya memilih untuk tidak menjadikannya sebagai pilihan utama.
Berbicara soal ekstensi (extensions), selama tersedia di Firefox Add-ons maka bisa digunakan pula di Zen. Cukup dengan mencari ekstensi yang diinginkan di sana, lalu klik “Add to Firefox”. Beres.
Salah satu ekstensi yang saya gunakan adalah Bitwarden, yakni aplikasi manajemen kata sandi (password manager) untuk menyimpan dan mengelola kata sandi dari berbagai macam situs web.
Setelah mencoba untuk beradaptasi selama beberapa hari, maka saya putuskan untuk mengganti penjelajah web utama saya ke Zen. Sebuah langkah kecil dari saya untuk sedikit melepaskan keterikatan dengan Google.

Saya mengerti bahwa ada sebagian orang yang tidak bisa berpindah dari Google Chrome karena alasan pekerjaan maupun faktor kenyamanan. Tidak apa-apa, itu adalah pilihan Anda dan saya hormati sepenuhnya hal itu.
Sejujurnya, saya juga pernah masuk dalam fase tidak ingin lepas dari Google Chrome karena sudah nyaman. Namun, ketika saya melihat bahwa Edge lebih sesuai dengan kondisi saat itu, maka saya harus memutuskan untuk berpaling dari Chrome.
Sekarang saya melihat bahwa Edge sudah tidak cocok dengan keadaan saat ini, maka saya putuskan untuk berpaling ke Zen agar bisa terlepas dari keterikatan dengan Chromium maupun Google secara perlahan.
Apakah saya akan setia menggunakan Zen hingga akhir hayat? Belum tentu. Bisa saja (amit-amit) Zen mengubah konsepnya dari komunitas ke perusahaan profit yang menjadikannya tidak setanggap dan seramah dahulu, hal itu yang mau tidak mau membuat saya harus melepaskan Zen.
Selain itu ada faktor lain yang belum bisa disebutkan di sini karena saya sendiri pun belum tahu apa yang terjadi ke depannya. Namun, saat ini saya tetap menggunakan Zen sebagai penjelajah web utama dalam keseharian untuk bekerja dan bersenang-senang.
Bagi saya, Zen itu adalah Firefox dengan gaya kekinian.
Kalimat di atas jangan dianggap serius, itu hanya celetukan saya. 😁
Tinggalkan komentar Anda