Dua puluh sembilan tahun, atau bisa disebut mendekati “kepala tiga”, usia yang menurut saya tidak bisa dibilang muda lagi. Teorinya, pada usia tersebut seharusnya saya lebih matang secara holistik, baik mental maupun finansial.
Namun, pada kenyataannya saya belum sematang itu. Dalam beberapa kesempatan, saya masih membuat keputusan secara tidak bijaksana, bermalas-malasan ketika melakukan hal tertentu, hingga enggan untuk menerima kenyataan (terlebih apabila itu adalah kenyataan pahit yang mau tidak mau harus “ditelan”).
Secara finansial, saya sudah jauh lebih baik. Namun, kadang saya masih impulsif untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Untungnya hal tersebut tidak separah beberapa tahun sebelumnya, karena sekarang saya mengambil peran utama dalam membiayai keluarga. Alhasil, saya jadi lebih hemat.
Terlepas dari apa yang saya keluhkan di atas, saya senantiasa bersyukur karena telah diberikan kesempatan oleh-Nya untuk hidup setahun lagi. Berhubung saya tidak tahu hidup sampai kapan, maka saya berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menjaga pemberian Tuhan yang berharga ini.
Jujur saja saya tidak tahu apa saja yang ingin disampaikan melalui tulisan ini, tetapi saya ingin membagikan apa yang saya pikirkan selama beberapa hari terakhir.
Masih segar di dalam ingatan, bahwa seseorang yang dahulu pernah mengundurkan diri dari bangku kuliah karena hal pribadi, pada akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bekerja di salah satu yayasan nirlaba dari situs web yang mungkin sebagian besar di antara kita pernah mendengarnya.
Bahwa seseorang yang dahulu sulit untuk berinteraksi secara publik dan pasti memilih untuk menghindar, pada akhirnya telah diundang ke berbagai acara sebagai pembicara. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Bahwa seseorang yang dahulu selalu berpikir masa depannya akan suram karena tidak memiliki ijazah S-1 untuk mencari pekerjaan layak, pada akhirnya bisa menafkahi satu keluarga secara penuh dari pekerjaan saya saat ini. Dahulu ayah yang mengemban tugas ini, kini saya yang mengambil alih agar beliau bisa fokus dengan hobinya merawat tanaman hias.
Bahwa seseorang yang dahulu selalu menyimpan rasa bersalah dan tidak memiliki motivasi, pada akhirnya bisa bangkit secara perlahan dan melaksanakan kewajibannya di dalam pekerjaan dan keluarga. Memang belum sepenuhnya pulih, tetapi sudah yakin akan langkahnya untuk terus maju.
Bahwa seseorang yang dahulu tidak percaya diri untuk mengenalkan dirinya, pada akhirnya dengan percaya diri berkata, “Perkenalkan, nama saya Nohirara Swadayana!” kepada orang baru yang ia temui.
Awalnya saya khawatir dengan gelar “usia kepala tiga” yang akan disandang ini, terlebih banyak handai tolan yang sudah lebih berhasil dibandingkan saya. Namun, saya tetap yakin akan ketetapan-Nya yang terbaik atas diri ini sembari berusaha dengan semaksimal mungkin.
Selamat ulang tahun untuk diri ini, terima kasih atas kesempatan dan pelajaran hidup yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Melalui semua itu, saya bisa mengenali lebih jauh siapa sebenarnya diri ini dan secara terus menerus memperbarui diri ke arah yang lebih baik.
Terima kasih atas dua puluh sembilan tahunnya! Apabila berkenan, izinkan saya untuk bisa berumur panjang agar senantiasa bersyukur akan keputusan-Mu yang luar biasa pada 28 tahun yang lalu. Karena keputusan-Mu itu, pada akhirnya saya bisa menyelesaikan tulisan ini. Sekali lagi, terima kasih!
Dirgahayu.
Tinggalkan komentar Anda